Jumat, Maret 2

Berbeda


Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat ku tanam kaktus di tengah lautan lumpur.  Mereka bilang “Tidak selamanya doktrin pengetahuan itu bagus untuk kehidupan nyata”

Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat kuhidangkan rumput sebagai santap siang untuk kucing Persia. Mereka bilang “Terkadang metabolisme membutuhkan apa – apa yang belum pernah mererka cerna”

Mereka bilang “Tidak apa – apa“
Saat bangkai hadir di meja hidangan. Mereka bilang “Sesuatu itu mempunyai fungsi sampai titik darah penghabisan”

Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat ,mereka tahu bahwa nila menjadi penguasa di lautan susu. Mereka bilang “Sudah saatnya kaum minoritas memegang kuasa”

Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat sekelompok teratai gidup di Gurun Sahara. Mereka bilang “Berilah kesempatan pada keindahan untuk memilih dimana mereka akan menetap”

Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat segerombolan berudu  bermain di lautan. Mereka bilang “Inilah yang dinamakan kemajuan. Berudu adalah benih dari katak,bukan benih dari pecundang yang takut mengeksplorasi lautan”

Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat  benalu tumbuh subur melilit beton – beton yang konstan pada koordinatnya. Mereka bilang “Beton itu kuat, dan benalu bukanlah tandingannya”

Mereka bilang “Tidak apa – apa’
Dikala sapi dan kuda membangun bahtera. Mereka bilang “Berbeda bukan berarti tak sama”

Mereka bilang “Tidak apa – apa”
Saat mereka memergoki induk burung melatih anaknya terbang sepanjang hari. Mereka bilang “Bertahan hidup memang membutuhkan usaha”

Mereka bilang “Mungkin semua yang kami bilang berbeda dengan pemikiran kalian. Kami tahu itu. Dan kami sadari itu. Ketahuilah,berbeda itu bukan suatu aib kehidupan. Berbeda itu bukan sebuah kutukan. Langkah kami memang berbeda dengan kalian. Tapi percayalah,tempat yang kita tuju sama. Bukankah tempat yang kalian tuju adalah ladang kebahagiaan? Sudah seyogyanya kalian tahu, bahwa tidak hanya ada satu cara untuk menanak nasi menjadi matang, tidak hanya garam yang menyebabkan lautan menjadi asin, tidak hanya merah – kuning – hijau yang setia menjadi hiasan langit dikala hujan telah usai. Mengapa kalian terus menerus mempersalahkan perbedaan dalam pertikaian? Mengapa kalian terus menerus percaya jika berbeda itu awal dari kehancuran? Cukup urusi diri kalian dan kita akan bertemu di ladang kebahagiaan…”

Rabu, Oktober 19

Jadilah Bunga Tidurku, Lagi...


Jadilah bunga tidurku, lagi… Ajak aku main, lagi. Kunjungi aku, lagi. Genggam erat tanganku, lagi
Jadilah bunga tidurku, lagi.. Kunjungilah duniaku – yang merupakan lampau duniamu –  Temani aku disini. Biarkan kuceritakan padamu, tentang anganku dan istana kebanggaanku
Jadilah bunga tidurku, lagi… Akan kulupakan semua kuasi kehidupan
Jadilah bunga tidurku, lagi… Akan kutinggalkan bentangan jalan kenyataan
Jadilah bunga tidurku, lagi… Akan kukalahkan rasa takut yang melintang
Jadilah bunga tidurku, lagi… Akan kubangun jembatan diantara dua dimensi yang terjerat perbedaan dalam lembar nyata kehidupan
Jadilah bunga tidurku, lagi... Agar bisa kau ajari aku tuk jadi panglima pasukan lara. Agar bisa kupimpin pasukan lara menuju lembah bahagia
Jadilah bunga tidurku, lagi… Agar bisa kutunjukkan not – not impian yang sedang kupintal menjadi dendang kehidupan
Jadilah bunga tidurku, lagi… Agar bisa kau baca ribuan aksara yang berbaris rapi dibalut bahagia
Jadilah bunga tidurku, lagi… Agar bisa kupamerkan hadirmu kepada duniaku
Jadilah bunga idurku, lagi… Agar mereka tahu kau tak hanya hadir dlama tangisku
Jadilah bunga tidurku, lagi.. Agar mereka juga ikut merasa pancuran bahagia saat kau datang menyapa
Jadilah bunga tidurku, lagi.. Untuk sekedar tnjukkan kepada dunia tentang kebanggaan leluhur tehadap penerusnya
Jadilah bunga tidurku, lagi.. Agar bisa piringan itu kembali proyeksikan sebuah sinema. Sinema yang disutradarai Sang Pangeran dan kita sebagai bintang
Jadilah bunga tidurku, lagi… Aku senang ceritakan buana kehidupanku padamu. Walau bukan di dunia nyata. Karena sekarang, kau adalah lampau dari dunia nyata

Kamis, Juni 30

Dia, Permata Negara

Aku dilahirkan dari seorang wanita mengagumkan dengan izin Sang Pangeran. Aku dibesarkan ditengah masyarakat sipil lainnya. Masyarakat yang secara holistik tidak berhubungan darah degan admiral ibu pertiwi dan elite politik Negara ini – sama seperti aku
Dan kami terbiasa mendengar induk harimau yang tak segan menerkam anaknya. Kecebong yang menghunuskan tombak pada perut kecilnya.  Pitik kecil yang kabur dari kandangnya. Pitik kecil yang tak lagi menginginkan hidup bersama induknya. Dan juga terhadap pemberitaan tanaman yang memakan pagarnya.
Dan kami juga mengenal dia. Dia yang berkeyakinan bisa taklukan dunia walaupun kemiskinan membelenggunya. Dia yang percaya jika bunga teratai bisa hidup di gurun Sahara. Dia yang tak pernah setuju pada asumsi publik yang seakan tak ada lagi nikmat yang bisa dikecap kaum jelata. Dia yang mengimani Tuhan selalu rela merengkuhnya. Dia yang percaya Tuhan selalu punya cara agar jelata bisa menggapai surgaNya
Dia juga mengenal kami. Sekelompok orang yang seolah lupa bahwa semua ini titipan Sang Baginda. Sekelompok orang yang yakin tak pernah ada nilai absurd yang mampu mengganjar kejujuran dengan sebongkah permata. Kami yang yakin bahwa tak pernah ada kepiting di balik karang setelah badai saat pasang. Kami yang sesungguhnya bukan dari kaum berpangkat negeri. Kami yang tamak akan hujanNya. Kami yang memang jika dipandang dari sudut mana pun berada jauh dari kastanya
Kami mengenal dia. Dia yang sanggup mendispersi angan menjadi nyata. Dia yang percaya bahwa kesuksesan tak akan pernah datang pada orang yang berpangku tangan. Dia yang seolah mempunyai amunisi yang tak pernah mampu terdefinisi untuk berjuang dalam medan ini. Medan yang pada hakikatnya tidak mengenal pembagian kasta. Medan yang secara zahir telah membuktikan kesanggupan jelata bisa menjadi cendekia
Dia mengenal kami. Sekelumit keturunan Adam dan Hawa yang seolah membuang permata dalam genggaman. Permata yang kami dapatkan perlahan dari gubuk pendidikan. Segerombol insan yang tak percaya bahwa aksi sebanding dengan reaksi. Segerombol insan yang tak percaya bahwa hukum Newton II memang tak sekedar hidup dalam ampuan pelajaran. Kami bagai kucing yang membuang ikan dalam piring panganan. Kami membuangnya. Seolah itu tak berharga. Kami membuangnya. Sesuatu yang sepenuh asa ingin digenggamnya
Kami mengenal dia – yang publik bilang bukan berasal dari kaum unggulan – Tapi  kurasa anggapan publik salah. Publik belum tahu jika seyogyanya Tuhan selalu meletakkan permata di tengah lumpur yang bernyawa. Publik belum sadar jika permata itu adalah dia
Dia yang sadar bahwa selalu ada pengorbanan untuk gapai kesuksesan. Dia yang sanggup beajar pada riak sungai yang bisikkan keteduhan. Dia yang tak pernah kehilangan asa saat dia tahu bahwa gedung pendidikan perlahan bermetamorfosa menjadi gedung penghasil uang. Dia yang membuktikan jika kaum papa sanggup merapatkan bahtera ke daratan bahagia. Dia berhasil bermetamorfosa dari kecebong menjadi katak dewasa. Dia yang sempurna – menurut pandang insan biasa – melewati serangkaian seleksi alam layaknya kupu – kupu Biston Bestularia. Dia yang mampu terjaga saat kemiskinan bercumbu dengan kebodohan
Dia lakukan semua itu. Dia hancurkan semua pepatah publik tentang jelata. Dia buat kami yakin jika benar – benar ada oasis di gurun yang terbentang. Dia buat kami terpukau akan kaumnya. Dia buat publik mengakui keberadaan kaumnya
Ya Tuhan, kami memang hanya kaum biasa. Publik bilang kami bukan dari kaum jelata. Tapi sungguh pun kami rasa jika kami bukan kaum jelita
Ya Tuhan, kasihi mereka… Karena kami hanya mampu mengasihani mereka. Kami percaya jika Engkau selalu terjaga walau era telah berbeda
Ya Tuhan – Sang Empunya Dewi Keberuntungan – tebarlah benih – benih keadilan dalam setiap elemen negeri. Agar jelata mampu menengguk keadilan di tengah konsolidasi mafia negeri. Agar jelata tak lagi harus membeli kebebasan
Ya Tuhan, sadarkan mereka… Kaum yang terlena dengan nikmat dunia. Agar mereka selalu dalam pangkuanMu. Agar mereka selalu hidup dalam belaian kasih sayangMu

Senin, Mei 30

Halo Anfal!

Halo Anfal, masih ingatkah kau dengan awal kali kau menyapa? Saat itu, pertama kalinya kau bertandang dalam gegap gempita gelora dunia
Kali pertama itu, kau buktikan padaku jika kau bukan hanya hidup dalam sinema
Kali pertama itu, kau memang bukan mengunjungi organku
Kali pertama itu, kau memang hanya menyentuh hidupku
Kali pertama itu, kau memang mengunjungi Pak Tua itu
Tapi tahukah kamu, jika aku juga ikut mengecap garam yang terasa hambar saat kau ajak Pak Tua itu bercengkrama denganmu?
Aku merasa dingin di tengah padang yang berselimut terik matahari – saat kau hadir diantara gelora hidupku –
Pak Tua itu tampak sangat tenang menyambut kedatanganmu. Pak Tua itu tampak damai saat kau berbincang dengan kehidupannya. Pak Tua itu tidak menangis. Pak Tua itu tidak tertawa. Pak Tua itu hanya memejamkan mata saat kau ada bersamanya. Pak Tua itu juga tidak mengeluh akan banyaknya kabel yang menjadi aksesoris tubuhnya. Kabel – kabel yang terhubung dengan monitor itu, terlihat seperti aksen yang memperindah tubuh yang bobotnya kian menyusut
Sementara kami ditemani bulir itu, saat kau laksanakan tugasmu dari Sang Pangeran. Bulir yang selalu mengalir bak mata air yang mengalir secara kontemporer. Bulir itu menemani kami saat salah satu panca indera kami mengamati Pak Tua yang nampaknya asyik bermain denganmu. Ayat suci juga tak henti kami lantunkan agar Pak Tua itu menyudahi jam mainnya denganmu. Bulir dan ayat suci yang dikirimkan Sang Pangeran untuk menemani kami, saat kau bersua dengan Pak Tua
Anfal, kau memang warna dari sekelumit kehidupan
Anfal, kau memang telah menunjukkan bahwa kau tak hanya hidup dalam dunia khayal
Anfal, kau mungkin hadiah dari Sang Pangeran
Dan saat kau tak lagi bertandang, Pak Tua itu masih nyaman dalam tidurnya. Sungguh pun bahagia yang tak terkira saat kami tahu bahwa Pak Tua sudah bisa membuka mata dan menyebut asma Sang Pangeran
 Lambat laun waktu berjalan, dedaunan berjatuhan, dan awan yang terkondensasi menjadi hujan, kau mengunjungi Pak Tua itu – lagi –
Kali ini kau ajak dia bermain – lagi –
Kali ini kau ajak Pak Tua pergi
Kali ini kau ajak Pak Tua itu mengunjungi rumah Sang Pangeran
Kali ini kau ajak Pak Tua itu mengunjungi tempat yang diidamkan semua insan
 Kali ini kau bawa Pak Tua itu kembali ke pangkuan Sang Pangeran
Lalu kami berkumpul di pemakaman. Pak Tua itu sudah ‘pulang’ - ke pelukan Sang Pangeran –
 Pak Tua itu yang nantinya akan jadi leluhur dari keturunanku
 Pak Tua itu yang kupanggil dia “Kakek”

Rabu, Mei 25

Selamat Ulang Tahun Uly!


Andai kau tahu aku melihatmu dari sini. Dari sudut pandang ini. Dari siku yang tak mampu dilihat indera yang biasa. Andai saja. Namun alam kita tak sama. Tapi dimensi kita berbeda. Dalam zaman dan era yang sama

Empat Tahun yang Lalu..
Aku terdiam di taman itu. Aku menunggu kedatangan sepupuku. Entah apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan rasa bosan saat menunggu. Tapi yang jelas saat itu yang kulakukan hanya menatap lurus ke depan. Menatap semua yang lalu lalang di depanku. Apapun yang melewati tubuhku yang konstan. Lalat, daun, ataupun angin yang perlahan membisikkanku untuk bersabar.
‘Lama benar Dina’ batinku
Dina, sepupuku. Kami menuntut ilmu di yayasan yang sama, di gedung yang sama, tapi sekolah kami memberlakukan sistem asrama. Jadi tak mudah untukku dan dia bertemu dan berkomunikasi diluar jam sekolah. Dan pada saat itu, saat aku telah jengah menunggu. Aku melihatmu. Berlari mengejar temanmu. Berlari menjauh meninggalkan bayangku. Berlari dan tak menyadari aku yang terus melekatkan pandangku akan gerakmu itu. Kau tidak menyadarinya. Aku tahu itu. Tapi kau tak pernah tau
Kamu, gadis itu. Gadis yang masih terlihat sangat lugu. Gadis yang berhasil membuatku melekatkan pandangku ke semua gerakmu. Kamu. Dan akhirnya aku tahu namamu. Salsabila Uly

Tiga Setengah Tahun yang Lalu..
Kita sudah lama saling mengenal. Kamu sudah tahu namaku. Kamu sudah tahu wajah dari pemilik nama Rezan Dekian. Ya. Dan sekarang kamu pun selalu melempar senyummu ketika pandang kita bertemu. Kamu tak lagi acuh jika melewati aku di taman itu.
 Mereka panggil kamu uly. Dan aku pun begitu. Tapi tahukah kamu, jika aku sangat ingin memanggilmu ‘Sayang’? Aku menyayangimu Uly. Aku menyayangimu melebihi manisnya coklat yang selalu ku kirim untukmu – walau dengan perantara Dina – Aku menyayangimu, walau aku pernah melihat wajah naturalmu. Wajahmu yang seolah berbicara jika kamu baru bangun dari tidurmu. Banyak orang bilang, jika wanita terlihat lebih jelek ketika mereka baru bangun tidur. Tapi kurasa hukum itu tidak berlaku untukmu. Kau terlihat cantik. Sangat cantik
Dan di hari itu, aku merasakan sakit di sekujur tubuhku. Semua buram dan perlahan menghilang. Dan hitam –
Perlahan kubuka kelopak indera penglihatanku. Kepalaku pusing. Sangat pusing. Entah aku ada dimana. Seorang laki – laki berjas putih menghampiriku. Dengan stetoskopnya, iya mengamatiku. Dan tersenyum padaku. Aku tak mengenalnya. Sungguh aku tak pernah mengenal wajahnya. Perlahan kucoba mengeja rangkaian aksara yang melekat di atas jasnya.  Supratmo. Namanya Supratmo
“Kamu masih butuh banyak istirahat Nak. Sebentar lagi ibumu datang. Ia sedang dalam perjalanan”
‘Ada apa yang sebenarnya terjadi? Ya Rabb, bolehkah kau jelaskan padaku, apa yang terjadi selama aku sibuk dalam alam bawah sadarku?’ batinku
Dan mama pun datang. Wajahnya jelas mencerminkan kecemasan. Wajahnya jelas menggambarkan bahwa jiwanya tak tenang. Mama pun pergi, meninggalkan aku. Karena dokter itu memanggilnya untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi dalam organku
***
Disinilah aku. Di Negara yang berbeda denganmu, Uly. Aku harus menetap di Singapura untuk mendapatkan penanganan medis guna menjinakkan kanker itu. Menjinakkan kanker yang perlahan menggerogoti darahku. Kanker yang kurasa mempunyai ambisi hegemoni dalam kerajaan organku. Ya Rabb, berilah semua yang terbaik untukku dan untuk gadisku
Hari ini aku memaksakan diriku untuk pergi ke taman di rumah sakit itu. Rumah sakit dimana aku memperjuangkan semua kemampuanku untuk meredam agresi yang terus dilancarkan kanker untuk kerajaan organku. Rumah sakit dimana aku menyerahkan  semua kepunyaanku untuk hasil yang terbaik dari akhir peperanganku dengan penyakit ini. Aku harap hasilnya baik
Aku memperhatikan keadaan sekitar. Aku melihat seorang kakek yang setia berbicara pada seorang nenek yang hanya menatap kosong ke depan. Akankah aku dan kamu – Uly – bisa begitu? Akankah aku mampu bertahan lebih lama hanya untuk mengingatkanmu tentang buana cerita kita saat kamu mulai lupa siapa nama cucu yang terlahir dari rahim anak – anak kita? Akankah amunisi imunku mampu untuk mempertahankan kekuasaanku dalam kerajaan organku?
Aku teringat akan senyummu. Aku teringat saat pertama kali pandangmu bertemu dengan pandangku. Aku teringat saat aku mulai tersipu jika Dina bercerita tentang dirimu. Aku teringat saat – saat itu. Saat aku pun belum tahu, jika perlahan pasukan kanker mulai bergerilya untuk melancarkan agresi dalam kerajaan organku
Dua Tahun yang Lalu..
Aku menatapmu. Dari sini. Dari sudut pandang yang mungkin belum tak akan mampu terjamah oleh admiral mana pun. Menatapmu yang sedang tertidur di atas meja belajarmu. Menatapmu yang tertidur dengan mata sembab yang seolah merepetisi semua kesedihanmu sebelum kau menutup matamu. Menatapmu yang tertidur dengan pena dalam genggamanmu. Menatapmu yang tertidur di atas selembar kertas yang tak lagi kering karena kejauhan tetesan air matamu
Hallo Pria, apa kabar? Bagaimana keadaanmu sekarang? Masihkah memori tentang kita tersimpul rapi dalam ingatanmu? Aku merindukanmu. Aliran darah ini membutuhkanmu. Agar mereka beredar dalam systole dan diastole yang konstan
Itu untukmu Pria. Ungkapan nurani yang tak pernah bias dibohongi. Rasa sakit yang tak pernah bias dimengerti. Rasa saying yang tak pernah bias kusudahi. Bahkan setelah kau meninggalkanku di tengah senyum dalam tangisku. Aku meratapi jejakmu, yang kurasa akan selalu ada walau era telah berbeda. Api ini masih membara. Sekam itu masih tercipta. Semenjak kau pergi dan kau anggap aku yang menjauh sehingga kita tak pernah bertemu dalam sapa. Pria, benarkah sudah punah rasa tentang kita? Aku tidak begitu, Pria. Aku masih ingin menangis dalam dekapmu. Aku masih ingin tertawa karena tingkahmu. Dan bahkan aku masih inign menangis karena dinginmu padaku
Pria, kini kau tersenyum bersamanya. Pria, apakah senyum itu pertanda bahagia? Jika iya, aku bahagia mendengarnya. Aku bahagia kau tersenyum, walaupun itu bukan denganku. Pria, apa kau tahu jika aku melihatmu menjuntai senyummu untuknya? Pria, dapatkah kau bayangkan rasanya? Aku tersenyum tetapi menangis
Pria, maafkan aku. Jika masih ada rasa yang tak biasa jika kau menyapa. Jika aku sulit untuk sembuhkabn luka. Aku memang belum bisa kendalikan pelana
Pria, aku memang hidup dalam lampau cintamu. Tapi perkenankan kau hidup dalam memoriku. Biarkan aku memilikimu. Walau dalam maya sebuah masa
Sungguh terenyuh jika aku membaca seluruh gubahan aksara yang kau tujukan hanay untuk sang Pria. Sajak yang mendespersi semua gundah dalam kata – kata yang tak bisa disebut lelucon jenaka. Andai sang Pria tahu apa yang kau rasa. Andai sang Pria tahu apa dampak dari polahnya. Andai saja
Tapi nampaknya ia terlalu sibuk dengan pujaan barunya. Ia meninggalkanmu. Untuk temanmu. Ia memujanya. Dan temanmu pun terlihat bahagia atas puja – puji dari sang Pria. Dan kamu mengetahuinya. Lalu kamu terlarut akan hawa kesedihan yang ditengarai oleh sikapnya
Uly, andai kau tahu jika kau tak sendiri. Uly, andai kau tahu jika aku mengetahui semua layar yang terkembang dalam samudera kehidupanmu. Aku tahu saat kamu menerima rasa dari sang Pria. Aku memandangmu saat kau tersipu malu saat sang Pria mulai menggodamu. Aku paham guratan wajahmu yang menggambarkan sendu sanubarimu. Aku bisa rasakan semua iklim yang kau rasa dalam kuasi duniamu
Andai kau tahu bingahnya hatiku saat kamu mencurahkan semua rasamu dalam diary yang bergambar mickey mouse itu. Diary yang kubeli untukmu saat detak jantungku masih beriringan dengan semua system yang bekerja dalam organku. Saat itu. Saat aku masih diperbolehkan menghirup oksigen dari dunia yang dinamis

Hari Ini, 12 Mei 2011..
Bertahun  sudah ragaku meninggalkan dunia nyatamu. Udara yang kau hirup memang tak lagu kuhiru jua. Oksidasi yang kau lakukan memang tak bisa kulakukan jua. Seluruh organku mungkin telah menjadi santapan decomposer dan  telah menyatu dengan tanah. Tapi percayalah, jika cerita kita akan terus berkibar seiring dengan bumi yang terus berputar mengelilingi pusar sinar
Selamat ulang tahun Gadisku. 17 tahun yang lalu. Kau diizinkan olehNya menginjak tanah dunia. 17 tahun yang lalu Dia merestui kamu hadir di alam yang fana ini. 17 tahun yang lalu Dia meridhoi orang tuamu untuk menyematkan nama Salsabila Uly dalam jiwa, raga, dan seluruh asesorisnya. Nama yang tersimpan rapi dalam klasik cinta di sini. Di dalam sini. Dalam suatu ruang yang selalu kujaga agar tak lekang dimakan zaman. Agar cerita kamu dan aku tetap padu. Agar langkah romansa kita tetap bersatu. Walau kamu dan aku tidak lagi dalam dimensi yang sama. Walau kamu tak pernah tahu aku selalu mengharap kiriman do’a mu. 17 tahun sudah kamu merasa hiruk pikuk sebuah rasa. 17 tahun sudah kamu merasa lika – liku kehidupan dunia. 17 tahun sudah kamu mengenal sesuatu yang mereka sebut itu cinta. 17 tahun sudah –
Satu hal yang harusnya selalu kau ingat Uly. Jika kamu tidak sendiri. Selalu ada Dia, aku, keluargamu, dan sahabatmu – kami – yang selalu percaya jika kamu bisa mengkonversi impian jadi kenyataan
Semoga kamu bisa memperbaiki defisit yang terdapat dalam seluruh divisi yang menyokong kesatuan dari kerjaan organmu. Semoga kamu bisa menjadi apa yang kami harapkan. Semoga kamu bisa menyublim angan menjadi nyata. Semoga kamu bisa menjadi gadisku yang senantiasa ku damba. Semoga
Selamat ulang tahun Uly!
Rezan

Untuk saudara sehati tapi tak serupa, Salsabila Uly. Percayalah jika kamu tak sendiri. Percayalah jika masih ada kami disini. Percayalah jika kami masih mau melihat kamu sukses. Percayalah jika kami masih menyimpan kotak senyum kami untuk keberhasilanmu. Selamat ulang tahun..

Kamis, April 28

Tentang Kamu dan Aku – Kita –


Kita memang terpisah jarak. Kisah kita memang telah menjadi sebuah cerita. Kisah kita memang tak lagi nyata. Rasaku dan rasamu memang tak lagi satu. Polahmu dan egoku memang telah membantu. Tetapi tidak berlaku untuk roman tentang kamu dan aku – kita –
Tentang kamu dan rasa – yang kita sebut itu cinta – yang membara dalam dingin sikapmu
Tentang aku dan anganku tentang bunga dalam hubungan kamu dan aku – kita –
Tentang mereka dan asumsi mereka tentang kamu dan aku – kita –
Tentang kamu dan aku – kita – yang percaya bahwa jodoh tak akan kemana
Tentang kamu dan aku – kita – yang percaya bahwa setia itu ada
Tentang kamu dan aku – kita – yang percaya bahwa abadi itu fana, kecuali Dia tentunya
Tentang kamu dan aku – kita – yang percaya bahwa kadar kebahagiaan telah diatur sebagaimana mestinya olehNya
Tentang kamu dan aku – kita – yang percaya bahwa kita ditugaskan untuk berusaha, berdoa, dan beriman terhadap kebesaranNya
Mungkin ini memang suratan kisah kita. Mungkin ini memang jalan dari jalinan rasa kita – yang kita sebut itu cinta –
Mungkin ini memang episode sinema kita. Mungkin mereka tidak pernah tahu warna dunia kamu dan aku – kita –
Kamu dan aku – kita – yang dulu pernah bersama karena rasa – yang kita sebut itu cinta –
Kamu dan aku – kita – yang dulu pernah saling menyapa dengan panggilan mesra
Kamu dan aku – kita – yang dulu bak pujangga yang berbalas sastra. Rangkaian aksara yang menjadi bukti otentik seberapa besar rasa kita – yang kita sebut itu cinta –
Itu dulu, saat ‘kuanggap’ kamu milikku. Itu dulu, saat aku acap kali tersenyum ketika mengingat namamu. Saat ini, detik ini, dan dalam dunia ini aku berdo’a untukmu dan untukku – untuk kita – agar apa yang kita percaya menjadi nyata

Selasa, Maret 29

Karena Kamu Pemenang yang Luar Biasa

wahana ini belum usai. pertarungan ini belum memadam. tak ada gunanya menyerah pada keadaan. tak ada gunanya menangisi kehidupan. yang harusnya kau sadar adalah tidak akan pernah datang kesuksesan pada orang yang berpangku tangan. tidak akan pernah ada kebahagiaan pada orang yang bermalas-malasan. jangan pernah mau jadi orang biasa. karena kamu dilahirkan untuk menjadi orang yang luar biasa. karena kamu punya kemampuan yang luar biasa. karena kamu punya pemikiran yang luar biasa. dan yang paling penting dari itu semu adalah karena kamu mempunyai kemauan yang luar biasa. pada hakikatnya, kamu ditakdirkan buka untuk menjadi seorang yang biasa. KAMU ADALAH SESEORANG YANG LUAR BIASA! mereka percaya kamu bisa membangun istana, mereka percaya kamu bisa sembuhkan luka, dan mereka percaya kamulah pelipur di tengah lara. KAMU BISA! dan kamu harus BISA! kamu punya kemampuan, kamu punya kemauan. itu berarti kamu memenuhi syarat menjadi pemenang. itu berarti kamu jauh dari kata pecundang. pecunadang yang tak pernah sanggup menghadang kemalasan. pecundang yang hanya bisa bersembunyi di balik karang saat ombak menerjang. pecundang yang terombang-ambing gelombang tanpa ada kemauan untuk berenang agar bsa menapaki daratan. pecundang yang hanay bisa pasrah menerima kekalahan sebelum berperang. kamu bukan seperti itu! KAMU BUKAN PECUNDANG! KAMU PEMENANG! jalan ini memang terlihat kelam, tapi percayalah sinar itu ada. sinar itu akan tiba, jika kau mau berusaha untuk mendapatkannya